103
Galen masuk ke dalam club malam, mencari keberadaan temannya tersebut, Darel, di tempat biasa pria itu duduk. Ia menatap tajam ke arah Darel yang tengah mengesap alkoholnya seorang diri. “Rel?”
Darel terkesiap dan meletakkan gelasnya di atas meja dengan panik, ia menghela nafasnya saat melihat sosok Galen berada di hadapannya. “Dimana?”
“Lo mau marahin?” Galen tidak menjawab apapun. Hanya terdiam menunggu Darel menjawab pertanyaannya. “Gal, gue tanya dulu,”
“Lo mau marahin atau gak?”
Galen berdecak kesal. “Urusan gue, Rel, mau marahin dia atau gak.”
“Urusan gue juga, Gal. Emosi lo jelek.”
Galen menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya kasar. Menatap Darel dingin. “Gue cari sendir—”
“Disana. Ujung sana.” Darel menahan tangan Galen, kedua matanya menatap pria itu seolah memohon untuk tidak melakukan hal yang kelewat batas. “Jangan aneh, Gal. Jangan emosi. Inget!”
“Gue tau, Rel. Gue paham. Udah gue mau kesana dulu.”
Darel melepaskan tangannya, lantas Galen berjalan cepat menuju tempat Risa. Ia mengeraskan rahangnya saat menemukan wanitanya duduk sendirian di sana—tak ada siapapun yang menjaganya. Galen mempercepat langkah kakinya lalu menarik lengan Risa. “Bangun.”
“Eh?!” pekik Risa saat seseorang menarik lengannya, namun berubah menjadi tatapan terkejut melihat sosok Galen di hadapannya—begini jadinya jika ia melamun. Bahkan ia tidak tahu jika ada Galen di depannya. “Galen? Kamu kok dis—”
“Seharusnya, gue yang nanya gitu, Ris. Lo ngapain disini?”
Risa menghindari tatapan Galen saat pria itu menatapnya tajam, tak menunggu jawaban Risa, Galen menarik tubuhnya. Saat melewatin kerumunan, pria itu beralih merangkul pundak Risa—menjaga wanita itu agar tidak tersentuh orang lain.
Keduanya keluar dan berhenti di depan mobil Galen. Pria itu membuka pintu mobil tanpa berucap satu kata pun. Sedangkan Risa, ia tengah meremat jemarinya saat melihat Galen memutari mobil dan masuk ke tempatnya.
Menundukkan kepalanya saat pria itu menatapnya dengan tajam. Galen tidak berucap apapun selain menatap wajah Risa saat ini. “Ngapain, Ris?” Risa menggelengkan kepalanya. “Gue nanya ngapain, kok geleng kepala?”
Risa mengangkat wajahnya, menatap Galen namun secepat kilat membuang wajahnya kembali—Galen begitu menyeramkan saat ini. Tatapannya berubah. Tidak hangat seperti biasanya. “Itu.. Aku sama y—”
“Dipaksa ikut?” Risa menggeleng. “Mau sendiri?” Risa mengangguk, membuat pria itu langsung mengusap wajahnya frustasi.
“Risa, liat sini,” ujar Galen menyuruh Risa untuk duduk menghadap ke arahnya. Wanita itu sempat menolak walaupun akhirnya menurut menatap ke arah Galen dengan takut.
Namun, Galen justru menangkup wajahnya dengan lembut, tatapannya seketika berubah menjadi hangat kembali.
“Ris,” panggilan Galen membuat Risa menatap lurus ke arah kedua mata pria itu. “Gue taunya lo tidur loh sekarang, gak tau kalo lo lagi di tempat kaya gini.”
Jari bergerak mengusap pipinya dengan lembut. “Maksudnya, gue gak ngelarang lo kesini, Ris. Gak apa-apa kalo mau kesini, tapi kasih tau jangan diem-diem kaya gini.” Risa mengangguk pelan lalu menundukkan kepalanya.
“Gue taunya lo tidur, aman di Apartment temen lo,” ucap Galen. “Kalo ada kejadian gak enak gimana? Terus gue gak tau lagi, gue gak bisa siap-siap buat jagain lo. Gue bakalan nyalahin diri sendiri nantinya.”
Galen mengangkat dagunya, tatapanya kembali bertemu dengan netra pria itu. “Jangan lagi ya, Ris? Kasih tau ke gue lo kemana. Jangan boong, oke?”
Risa mengangguk. Ia memejamkan kedua matanya saat Galen mengecup keningnya dengan lembut. “Mau masuk lagi?”
“Gak.”
“Kenapa? Udahan? Temen lo gimana?”
“Aku telfon mereka nanti.” Galen menganggukkan kepalanya. “Gue anter lo pulang.”
Saat tengah menarik seatbeltnya, gerakkan terhenti saat mendengar ucapan Risa. “Aku nginep rumah kamu boleh?” Ia terdiam dan hanya bisa menatap kedua mata Risa heran, lalu mengangguk pelan. Mungkin, Risa sedang membutuhkannya.
Masih menjadi pertanyaan bagi Galen, mengapa kekasihnya mau pergi ke club malam. Apakah ada yang menganggu pikiran wanita tersebut? Atau, Risa ingin menghilangkan stressnya?
Galen khawatir dengannya. Sangat khawatir.