Debat

Mereka duduk bersandar di kaki sofa, Jenar berulang kali memintanya untuk mengambil minum dan makanan yang ada di dapur. Nadine merasa yang paling lelah saat ini karena dia akan menghadapi keluhan Jenar beberapa menit lagi. Ia juga memutuskan untuk menemaninya terjaga sepanjang hari karena terkadang Jenar akan sangat membutuhkan Nadine seperti saat ini.

Jenar menyandarkan kepalanya dibahu milik Nadine. Menatap kosong televisi mati dihadapannya. Ia memejamkan kedua matanya, merasa lelah dan sangat membutuhkan Nadine. “Nad?” Panggil Jenar berusaha mendapatkan perhatian wanita itu.

“Hmm..”

“Gak apa-apa. Gue cuman mau manggil lo aja.”

Di sisi lain Nadine tidak keberatan dengan apa yang Jenar lakukan, dia merasa cukup berguna jika Jenar kembali meraih sepasang tangannya dan membawa mereka ke bibir Jenar, menjadikannya sebagai rasa terima kasih telah hadir disaat pria itu membutuhkannya.

Nadine pun sangat menikmati sentuhan-sentuhan tipis yang akan diberikan Jenar padanya, dan kelak kata-kata kecil seperti “Makasih Nad,” akan melesat dari mulut pria itu.

“Saka masih gak tau ada dimana. Tapi Bang Jay marahnya sama gue.” Ujar Jenar. “Gue udah benerin motor Bang Jay sebagai rasa bersalah gue ke dia karena mungkin dia masih kesel sama gue. Secara gue dituduh yang hancurin motor dia, kan? Tapi Nad, harus banget ya marahnya ke gue?”

“Gue gak tau, Jen. Bang Jay mungkin cuman lagi banyak pikiran aja. Kan lo bilang dia mau balapan juga tapi tiba-tiba motor dia malah dihancurin, pasti kesel kan dia.”

“Tapi gak bisa dijadiin alesan buat marah sama mukulin gue kan, Nad?” Sungut Jenar. Nadine mengangkat bahunya tidak tahu. Karena ia memang tidak mengetahui jelas tentang Saka dan balapan yang dilakukan oleh Jenar dan kawan-kawan.

“Lo abis mabuk ya, Jen?” Tanya Nadine dibalas anggukan oleh Jenar. “Iya, semalem Juan ngajak minum.”

Lalu tiba-tiba Jenar mengingat sesuatu dan mengangkat kepalanya menatap Nadine. “Kemaren lo ketemu sama Chandra?”

Nadine terdiam cukup lama hingga ia menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari Jenar. Tentu pria itu tidak percaya dan mengeluarkan ponsel miliknya—memberikannya pada Nadine. “Gue ngechat lo, tapi tumben banget lo bilang sibuk. Jadi gue asumsiin kalo itu Chandra dari cara typing marahnya.”

Nadine memandang ponsel Jenar, pria itu benar mengirim pesan padanya—ia menatap ponselnya yang menunjukkan ruang chat dirinya dan Jenar kosong. Benar, Chandra pelakunya. Dan Nadine tidak mengetahui hal itu. Lalu ia baru sadar saat melihat nama pria itu dikontaknya, hanya Chan dan tanda love dibelakangnya. Khas pria itu sekali.

Jenar menaikkan satu alis dan menatap kedua mata Nadine lekat. “Lo ngapain sama Chandra?” Tanya Jenar seolah ia tengah menginterogasi Nadine—atau memang menginterogasi. “Hah?” Jawaban ini tidak mengejutkan bagi Jenar, karena Nadine memang seperti ini jika tidak ingin mengakui sesuatu padanya. Berpura-pura tidak dengar dan tidak tahu.

“Gue nanya sama lo, Nad. Lo ngapain sama Chandra?”

“Iya Jen, Chandra ke Apartment gue.” Jawab Nadine malas. Ia paling tidak menyukai Jenar mode menyebalkan seperti ini.

“Gue nanyanya ngapain loh Nad, bukan nanya 'Chandra ke Apartment lo Nad?' beda loh itu.” Jenar hanya ingin mengetahui apa yang pria itu lakukan di Apartment Nadine kemarin pagi. Dan ia tidak suka mendengar Chandra berada di Apartment Nadine pada pagi hari—apa lagi alasan mengapa pria itu bisa ke Apartment Nadine.

Nadine berdecak kesal lalu memandang Jenar kesal. “Tidur! Gue tidur sama Chandra.”

Mereka terdiam cukup lama. Lama sekali. Namun kedua mata mereka saling bertatapan. Seolah menyalurkan emosi yang berbeda satu sama lain. Nadine dengan tatapan marah, dan Jenar menatapnya dingin. “Bego.” Ejek Jenar lalu tertawa kecil, mengejek kebodohan Nadine.

“Gue nanya ke Chandra katanya dia balik ke Apartment nya.” Jenar tertawa—lebih tepatnya menertawakan kebodohannya. “Diboongin ya gue berarti sama dia?” Nadine menggigit pipi dalamnya, gugup.

“Dari awal gue udah kasih tau ke lo, Nad. Jangan deket sama Chandra.” Tegas Jenar.

“Kenapa?”

Jenar mendengus seolah mengejek pertanyaan Nadine padanya. “Kok kenapa? Udah jelaskan alesannya kenapa.”

“Gue gak tau, Jen! Coba lo kasih tau gue.” Gertak Nadine cukup membuat emosi Jenar naik.

Jenar memutar kedua bola matanya jengah menghadapi Nadine yang terkadang keras kepala, sangat keras kepala. “Lo sama Chandra kemaren itu emang kurang jelas, Nad?”

Nadine terdiam. Hingga Jenar mendekatkan wajahnya, menyisakan jarak beberapa centi, menatap kedua mata Nadine lalu turun ke bibirnya. “Udah jelaskan?” Nadine menghela nafasnya menahan kesal—takut dirinya akan berteriak didepan wajah Jenar saat ini.

“Gimana Nad rasanya?” Lanjutnya seolah meledek Nadine atau memang ingin membuat Nadine marah lebih tepatnya.

Nadine mengerjapkan matanya beberapa kali hingga tak terasa kedua matanya mengeluarkan air mata—menertawakan kebodohannya lagi. Ia cukup tersakiti dengan perkataan yang keluarkan oleh Jenar beberapa menit yang lalu. Betapa pria itu seolah menganggapnya bodoh walaupun memang itu semua benar.

Jenar menjauhi wajahnya lalu jarinya bergerak mengusap air mata Nadine dengan lembut. “Gue gak pernah ngajarin lo buat jadi cewek murahan ya, Nad.” Ujarnya dengan lembut walaupun dengan perkataan yang cukup kasar bagi Nadine. “Percuma gue jagain lo selama ini kalo ujungnya kaya gini juga.”

“Jauhin Chandra. Gue gak mau liat lo deket sama dia.” Ujar Jenar mutlak.

Jenar pun bangkit lalu mengusap rambut Nadine. “Malem ini lo tidur disini.” Jelas Jenar melangkah menuju kamar tidurnya. Meninggalkan Nadine yang menatap punggung pria itu marah. Tapi Jenar kembali keluar dari dalam kamar tidurnya, menatap Nadine dingin. “Lo paham kan kenapa gue gak mau lo deket sama dia?” Nadine diam tidak menjawab atau pun merespon pertanyaan Jenar. Ia masih kesal dengan pria itu.

“Kalo lo paham sekarang angkat badan lo dan masuk ke kamar. Sebe—”

Sebelum pria itu kembali menyelesaikan perkataannya dan kembali membuatnya kesal, Nadine bangkit dan berjalan masuk ke kamar pria itu, menyempatkan diri menabrak bahu Jenar sebagai tanda kekesalannya pada Jenar.

Jenar memang pria bajingan. Sungut Nadine dalam hati.