Don't Go.


Chandra dan juga Raka sampai di perkarangan Apartment Jenar. Beberapa kali Raka melirik kearah Chandra yang menampilkan senyum selebar tiga jari, membuat pria tersebut bertanya-tanya apa yang membuat sahabatnya ini senang. “Lo lagi seneng banget ya, Chan?”

Chandra mengedikkan bahunya, keduanya tetap melangkahkan kaki menuju ke gedung Apartment Jenar. “Hawa lo lagi bagus banget,” ujar Raka kembali.

“Lo sama Nadine jadian ya?” Chandra menggeleng. “Gak jadian. Tapi, lebih bagus dari sebelumnya lah.”

Raka mengangut kepalanya—paham dengan ucapan pria tersebut. Karena terkadang beberapa hubungan percintaan seseorang agak sulit untuk dijelaskan. Seperti hubungan Chandra dan juga Nadine. Raka tidak terlalu memikirkan hubungan mereka. Karena selagi sahabatnya bahagia, maka ia akan tetap mendukung pria tersebut.

Keduanya memasukki lift dalam diam hingga Raka membuka suaranya. “Chan, lo sama Jenar beneran gak ada apa-apa, kan?” Raka menoleh kearah Chandra khawatir. “Lo berdua bilang gak ada apa-apa, tapi gue ngerasa banget sebenernya lo berdua tuh kaya jadi jaga jarak.”

“Gak ada apa-apa, Rak. Serius, gue sama Jenar baik-baik aja.”

Raka mengangguk lalu berkata, “Kalo lo udah bilang baik-baik aja, yaudah.”

“Tapi, makasih, Rak.”

Keduanya sampai di lantai Apartment Jenar dan berjalan menuju Apartment pria tersebut dalam diam setelahnya. Raka merogoh saku celananya, mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Juan yang mungkin sudah sampai terlebih dahulu untuk membuka pintu.

Sebelum pria itu menghubungi Juan, Chandra lebih dulu menekan bell seraya berteriak, “Woi buka!”

Yang langsung dibuka oleh Juan dengan senyum lebar. “Bawa minum gak?” Chandra dan Raka menggeleng sebagai jawaban, membuat Juan berdecak kesal dan berjalan masuk meninggalkan keduanya di luar.

Saat Chandra masuk ke dalam, kedua matanya langsung disuguhkan berbagai macam botol alkohol di atas meja dengan Juan yang langsung mengesap minumannya tanpa ragu. Di sampingnya, Jenar hanya terdiam dan fokus kepada ponselnya lalu mengangkat kepalanya saat mendengar suara langkah Chandra dan juga Raka.

“Rak, Chan!” sapa Jenar pada keduanya yang hanya dibalas anggukan kepala saja. Raka terlebih dahulu duduk di hadapan Juan seraya berkata sengit, “Belom apa-apa udah mabok duluan lo, Juan!”

“Ya makanya minum juga buruan, Rak!”

“Berisik!”

Sedangkan Jenar dan juga Chandra hanya diam menonton keduanya yang tengah berdebat satu sama lain, saling berebut botol alkohol yang terkadang membuat Chandra tertawa. Namun, tak sengaja netranya saling bertemu dengan Jenar sehingga senyuman di wajahnya menghilang. Chandra menatap Jenar datar. Keduanya seolah paham dengan maksud satu sama lain.

Hingga Jenar menjadi yang pertama memutus tatapan keduanya dengan meraih botol, dan menuangkannya dalam gelas miliknya. Ia mengesap seolah tiada hari esok lalu kembali menatap Chandra menantan pria tersebut.

“Gue gak minum,” ucap Chandra menolak tantangan Jenar padanya.

“Terus lo ngapain ikut kesini?”

“Kumpul sama temen gue.” Chandra yang tetap pada pendiriannya dengan tidak minum hari karena perlu diketahui, esok adalah hari dimana Nadine akan pergi. Jauh darinya. Maka, Chandra hanya ingin bermalam disini bersama dengan lainnya, tapi tidak dengan minum. Ia takut akan tertinggal flight gadisnya.

Selang beberapa lama, Raka dan juga Juan telah tertidur pulas. Juan yang tertidur di dapur, sedangkan Raka yang tertidur di sofa dengan kedua paha Chandra menjadi bantalnya.

Hening.

Tak ada pembicaraan diantara keduanya. Chandra mau pun Jenar tidak berniat sama sekali mengeluarkan suatanya, atau sekedar basa-basi.

“Besok lo ngenter Nadine?” Chandra menatap Jenar sekilas lalu mengangguk menjawab pertanyaan pria tersebut. “Flight jam berapa?”

“Emang nyokap lo gak kasih tau?”

“Kasih tau. Tapi gue cuman mau basa-basi aja sama lo.”

Chandra mendengus lalu terkekeh seolah mengejek ucapan Jenar padanya. Pria itu tahu, sangat tahu jika Chandra tidak ingin berbicara banyak padanya. “Lo nganter juga?” Kali ini Chandra yang membuka suaranya, membuat Jenar menganggukan kepalanya.

“Jam 10, kan?”

“Iya.”

Jenar berdecih, “Pantes lo gak mau mabok ya. Takut ketinggalan flight ternyata.”

Tanpa disadari, Chandra mengepalkan tangannya menahan emosi. Sebenarnya, ucapan Jenar biasa saja. Hanya ia sudah terlalu malas mendengar pria itu bicara. Seolah ia sudah muak dengan semua perkataan yang keluar dari mulutnya. Terutama karena bibir pria tersebut pernah atau bahkan sering mengecup bibir Nadine.

“Minum satu gelas juga gak bakal bikin lo mabok kan, Chan?” Jenar mengedikkan kepalanya kearah botol yang berada di depan Chandra, menyuruh pria tersebut untuk ikut minum bersamanya. “Lo kan kuat.” Lagi. Jenar mencoba menggoda pria tersebut.

Dan Jenar berhasil. Chandra meneguk alkohol tersebut, menanggasnya dengan cepat melewati tenggorokannya. Mengalir dengan cepat. Dan memberikan efek yang sangat cepat juga.

Chandra lupa akan sesuatu, ia justru menambah kembali alkoholnya membuat Jenar hanya dapat menatap pria tersebut dalam diam. Kedua bola matanya mengikuti setiap gerakkan Chandra yang menegak alkoholnya. Pria itu mengusap dagunya lalu melirik ke arah Raka dan juga Juan, dan kembali menatap Chandra.

Chandra mengernyitkan keningnya saat merasakan kerongkongannya terasa panas. “Chan?”

“Hm?” gumam Chandra seraya membaringkan tubuhnya di atas sofa. Lengannya bergerak menutup kedua matanya, kepalanya terasa berputa dan pusing. Chandra bukanlah orang yang gampang mabuk. “Kalo lo gak bisa ketemu Nadine lagi, gimana?”

“Bisa gila gue, Jen.”

“Tapi lo kan emang bener gak bakal ketemu Nadine lagi. Dia pergi ke Paris.”

Chandra membuka kedua matanya dan menatap Jenar. “Tapi gue masih bisa kesana, Jen. Gue masih bisa ketemu Nadine disana. Atau, kita bisa video call bareng. Ada banyak cara buat ngehubungin dia.”

Jenar mengangguk kepalanya mengerti. “Lo sebenernya suka Nadine gak sih, Jen?”

“Suka. Lebih dulu dari pada lo.”

“Terus kenapa diem?”

“Gak punya kesempatan.”

“Kata siapa?”

Jenar menatap Chandra tajam. “Kata gue. Kata keadaan. Gue emang gak ditakdirin buat bareng sama Nadine, Chan.” Chandra kembali mengubah posisi duduknya. “Gue mau jujur sama lo,” ujar Jenar.

“Apa?”

“Nadine minta gue bikin lo mabok sebenernya.” Chandra terdiam. Kedua tangannya menyatu dan saling meremat. Mendengar ucapan Jenar, membuat dalam tubuhnya mendidih. “Gue sebenernya gak mau, Chan, tapi Nadine minta gue. Dia bilang, dia gak mau liat lo di Bandara besok. Dia takut.”

Chandra menundukkan kepalanya, rahangnya mengeras dengan kedua tangan berkepal. “Dia takut ninggalin lo.”

“Mending lo ke Apartment Nadine. Kasih tau kalo lo gak mau dia pergi, Chan. Nadine mau lo nahan dia, Chan.”

“Gue gak mau nahan mimpi dia, Jen. Dia cerita bokapnya baru ngasih dia izin pergi kesana terus cuma karena gue dia harus ngerelain lagi? Gue gak seegois itu, Jen.”

Jenar menggelengkan kepalanya. “Lo lebih penting buat Nadine sekarang. Dia percaya sama lo. Dari dulu.”

“Maksud?”

“Lo ke Apartment dia sekarang. Tanya ke dia. Gue gak bisa kasih tau.”