Hari pertama; Malam sekian.


Risa melirik ke arah Lana dan juga Kana yang tengah tertidur lelap. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Jelas jika keduanya sudah terlelap seperti itu. Namun, Risa mendapatkan telepon oleh Galen yang menanyakan apakah ia masih bangun atau tidak. Sebenarnya, Risa sudah tertidur tadi, tapi mendengar suara dering ponselnya berbunyi ia menjadi terbangun.

Membaca pesan Galen bahwa pria itu berada di bawah Apartment Lana dan Kana.

Membuat Risa tanpa berpikir apapun mengenakan kardigan miliknya dengan cepat. Sekali lagi ia melirik ke arah Lana yang sebelumnya tidur memeluk tubuhnya, ia mengusap rambut wanita tersebut dan berjalan keluar.

Ia merapatkan kardigannya seraya mengusap kedua matanya yang masih merasa mengantuk tersebut. Berjalan dengan hati-hati dan perlahan.

Hingga ia menemukan sosok Galen berada di depan gedung Apartment Lana dan Kana. Pria itu tengah memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya, menatap kedua kakinya seraya menendang kecil kerikil di bawah kakinya.

Saat mengangkat kepalanya, ia langsung tersenyum lebar pada Risa—memperlihatkan deretan giginya. “Gue bangunin lo, ya?” Risa menggelengkan kepalanya pelan walaupun sebenarnya pria itu memang membangunkannya.

Tangannya terulur mengusap kening wanita tersebut dengan lembut. “Muka lo keliatan banget baru bangun tidur itu,” ujar Galen diiringi sebuah tawa. Membuat Risa menundukkan wajahnya malu.

“Kamu kenapa ngajak ketemu?”

“Gue kangen.”

“Tapi, kita baru ketemu tadi.”

Galen mengangkat pundaknya. “Gak tau, kayanya gue kangen lo setiap menit deh.” Galen tertawa lalu mengacak rambut Risa. “Yaudah, naik lagi gih.”

Risa mengernyitkan keningnya, “Kamu nyuruh aku turun cuman kaya gini aja?”

“Emang lo pengen gue ngapain?”

Risa menggigit bibir bawahnya—merasa gugup saat Galen mendekatkan wajahnya, tangan pria itu melepas gigitannya pada bibir bawahnya dengan ibu jari. Kedua matanya mengamati wajah Risa dengan senyum teduhnya.

“Oh, lo pengen gue cium, Risa?”

Risa dengan panik mengibaskan tangannya berulang kali—tidak bermaksud seperti yang Galen katakan. Galen tertawa namun tetap mendekatkan wajahnya pada wajah Risa. “Lo cantik banget sih, Ris.”

Semburat merah muncul di wajahnya mendengar ucapan Galen. Menolehkan kepalanya ke samping sembari melihat keadaan sekitar, apakah ada orang yang melihat mereka berdua atau tidak. Sepi. Tidak ada siapapun. Saat ia kembali menoleh ke arah Galen, hidungnya justru bertabrakan dengan pria itu.

Membuat jantungnya seketika berdegup kencang—sangat kencang. “Boleh?”

Risa menatap kedua mata Galen secara bergantian lalu mengangguk pelan. Ia membuka matanya lebar-lebar saat pria itu semakin mendekat hingga ia dapat merasakan deru nafas pria tersebut menabrak di depan bibirnya.

Hingga ia dapat merasakan bibir pria tersebut melumat bibirnya dengan lembut. Menghantarkan hawa panas di perutnya. Dadanya seolah ingin meledak karena antusias dan juga rasa bahagia. Bagaikan kupu-kupu yang berterbangan bebas dalam tubuhnya. Ia tidak menutup kedua matanya, karena ia merasa tidak nyaman awalnya. Namun, saat merasakan sebuah usapan di pipinya, ia memejamkan kedua matanya.

Bulan pada malam itu menjadi saksi bagi keduanya.

Risa yang kembali jatuh pada pria tersebut, dan Galen yang menjatuhkan dirinya pada Risa. Ia meremat jaket pria tersebut saat Galen memundurkan wajahnya, menatap wajah Risa dengan senyum lebarnya. Mengacak rambut Risa dan mengenggam tangan wanita tersebut. “Gue anter ke atas, ya?” Risa mengangguk saat pria itu mengenggam tangannya dan berjalan kembali masuk ke dalam gedung.

Udara sangat dingin malam itu, tapi mengapa Risa merasa hangat?