Makan Steak.
Yasmin mengacak rambutnya kesal seraya kedua tangannya bertumpu pada kemudi mobil yang tentunya saja milik Winara. Bahkan Yasmin sejak duduk di kursi kemudi, ia tidak berhenti bersumpah serapah pada Winara.
Pria itu terlihat baru saja keluar dari pintu lobby, membuat Yasmin menegakkan duduknya—layaknya seorang supir sesungguhnya. “Ck, lama banget dah kakinya jalan,” gerutu Yasmin melihat Winara yang berjalan masuk ke dalam mobil dengan pelan, seolah sengaja membuatnya kesal.
“Lama banget, anjir! Sumpah nih orang ngeselin bang—”
“Ngomong apa kamu?”
“Eh? Engga kok, Pak. Udah selesai kan, Pak? Biar saya anter pulang,” ucap Yasmin tersenyum kecil, atau lebih tepatnya tersenyum paksa. Ia menahan kedua ujung bibirnya agar terlihat senang melihat Winara walau sebenarnya tidak sama sekali.
Winara hanya menatap Yasmin aneh lalu duduk di kursi belakang. Dia benar memperlakukan Yasmin layaknya seorang supir sesungguhnya.
Lagi-lagi Yasmin mendengus menatap pantulan Winara yang tengah memejamkan kedua matanya—mungkin lelah.
Sama gue juga capek ngadepin tingkah gak jelas lo.
Dengan setengah hati, Yasmin menjalankan mobilnya. Dia belum tahu alamat pria tersebut. “Pak, maaf, alamat bapak kemana ya?”
“Jangan panggil saya bapak, saya masih muda.”
“Mas? Bang?”
“Winara.”
Yasmin mengangguk pelan lalu kembali menatap cermin sekilas seraya berkata, “Ini saya anter kemana ya? Saya gak tau alamatnya.”
“Kata siapa saya mau pulang?”
“Lah terus mau kemana beg—” Yasmin menutup mulutnya dengan cepat saat ia sadar, ia baru saja hampir mengatai bos nya tersebut 'bego'.
Winara terlihat acuh dengan ucapan Yasmin sebelumnya dan berkata, “Steak. Saya laper.”
Akhirnya makan gratis lagi.
“Restoran biasa, Pak?” Winara tidak membuka suaranya hanya menganggukkan kepalanya sembari memejamkan kedua matanya.
Dalam pikiran Yasmin, ia beberapa kali mencuri pandang kearah Winara saat melihat wajah pria itu terlihat begitu lelah. Namun ia membuang rasa kasihan tersebut jauh-jauh, mengingat pria itu selalu menyebalkan baginya.
Keduanya sampai di Restaurant Steak yang selalu Winara datangi, tanpa menunggu Yasmin, pria itu langsung keluar terlebih dahulu. Membuat Yasmin menatap pria itu aneh. “Ini gue diajak masuk gak sih?”
Karena Yasmin sendiri bingung ia diajak atau tidak, ia memilih mengikuti Winara masuk ke dalam. Mencari meja pria tersebut hingga menemui Winara yang telah duduk manis di meja samping kaca besar.
Yasmin mendudukkan bokongnya disana—didepan Winara, ia tersenyum sebaik mungkin walaupun dari hati terdalamnya ia tidak ingin tersenyum sedikitpun pada pria di hadapannya. Ia ingin makanan gratis.
Winara membolak-balikkan buku menu tak minat sampai ia mengangkat tangannya memanggil pelayan. Yasmin tidak sabar makan.
“Saya pesen A5 Kobe Strip Steak satu sama Wine.”
“Saya mau pe—”
“Kata siapa kamu ikut makan?” potong Winara saat Yasmin membuka mulutnya.
“Hah? Saya gak makan, Pak?” Winara menggelengkan kepalanya. “Kan yang laper saya, bukan kamu.”
Asli, nih orang nyebelinnya udah tingkat dewa.
Yasmin meneguk ludahnya tertahan seraya menurunkan buku menunya saat pelayan telah pergi. Winara menatapnya datar. Sedangkan Yasmin menahana untuk tidak mengatai pria dihadapannya saat ini, namun tidak bisa.
“Asu,” gumam Yasmin dengan pelan.
Dan benar saja, Yasmin hanya melihat Winara memotong hingga menyuap Steaknya ke dalam mulut. Beberapa ia berusaha menahan air liurnya sampai,
“Kamu mau?”
Mau gimana?
Yasmin mengangguk ragu lalu menatap potongan steak Winara dengan melas. Ia sungguh ingin makan steak tersebut. Padahal Yasmin juga sudah memikirkan steak apa yang akan ia pesan.
“Aaa.”
Hah maksudnya gimana? Gue disuapin nih orang?
Memang dasarnya Yasmin menurut-nurut saja, ia membuka mulutnya sembari mencondongkan tubuhnya mendekati garpu yang Winara pegang hingga,
“Kamu pikir saya bakalan suapin kamu beneran?”
Anjir gue diboongin.
“Ambil sendiri.”
Untuk semua kata binatang di dunia, Winara cocok mendapatkan umpatan darinya saat ini. Yasmin harus menahan malu dan juga,
malu.
Intinya, Yasmin malu sekarang.