Muncul Tiba-tiba.

Gema semakin hari semakin aneh menurut Shylla. Terkadang, Gema muncul secara tiba-tiba. Contohnya, saat Shylla bersama dengan Kaisar di supermarket, Gema tiba-tiba berada disana juga. Membuat Shylla beberapa kali menatap kearah Kaisar pergi—takut jika laki-laki itu mendapatinya berbincang dengan Gema. Orang asing bagi Kaisar.

Atau saat ia bersama dengan Satria belajar bersama di Cafe. Gema juga tiba-tiba berada disana. Memanggilnya diam-diam saat Satria meninggalkannya sendiri.

Shylla merasa aneh dan menanyakan hal tersebut kepada Gema, namun perempuan itu mengatakan, “Iya gue emang ngikutin lo, Sil. Gue mau deket-deket sama kembaran gue soalnya.”

Tidak aneh memang jika Gema ingin selalu berada di dekatnya, tapi tetap saja mereka berdua awalnya adalah orang asing.

Ia cukup sulit membiarkan perasaan tersebut, karena ia juga merasa ada sesuatu yang menganjal. Seperti sekarang, ia tengah bersama dengan Kaisar. Lagi-lagi, Kaisar berada di rumahnya. Tidak ada perbincangan antara keduanya. Kaisar sibuk dengan ponselnya, sedangkan Shylla yang sibuk menatap televisi.

Kedua orang tuanya juga belum menampakkan akan kembali dalam waktu dekat ini, sehingga waktunya bersama dengan Kaisar menjadi lebih lama.

“Lo punya temen baru?”

Shylla tersentak dari lamunan panjangnya. Laki-laki di sampinya ini, Kaisar, tengah memandang ke arahnya dengan serius. Seolah menunggunya menjawab pertanyaan laki-laki itu. Shylla hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Ingat, Shylla dan Gema memutuskan untuk merahasiakan hubungan mereka dari semua orang, termasuk Kaisar.

Kaisar tidak mengatakan apapun, hanya terus memandang kearah Shylla dengan kedua tatapan yang tak dapat dijelaskan. Ia mendekat kearah Shylla membuat perempuan itu memundurkan tubuhnya menjauhi Kaisar. Shylla tidak menyukai Kaisar yang selalu ingin tahu seperti ini.

“Satria bilang lo punya temen baru.”

“Nggak ada.”

“Nggak usah boong. Rangga juga bilang lo punya temen baru.”

Shylla terdiam. Seperti yang Shylla katakan pada Gema, semua temannya adalah orang yang peka. Ia tidak pernah menunjukkan kepada mereka apa yang ia lakukan. Tapi lihat, mereka mengetahuinya. Mereka tahu tentang Gema.

“Kenalin.”

“Kenalin siapa, Sar? Gue nggak punya temen baru.”

“Kenalin ke gue, Sil.”

Shylla menghela nafasnya kasar. Sesungguhnya, ia sangat lelah dengan sikap Kaisar—sejak dulu—tapi ia selalu menahannya dan memilih untuk membiarkan laki-laki melakukan apapun yang ia mau.

“Nggak ada, Kaisar. Gue nggak punya temen baru.” Tatapan Kaisar pada Shylla semakin tajam, seolah memaksa perempuan itu untuk menjawab jujur pertanyaannya.

“Gue selalu bareng lo, Sar. Bareng Satria, Rangga juga. Gimana gue bisa punya temen baru kalo gue aja sama lo terus, Sar. Jadi nggak ada, Sar. Gue nggak punya temen baru, oke?”

Habis sudah pertahanan Shylla.

Kaisar menganggukkan kepalanya dan kembali menatap ponselnya. “Lo tau kan, lo harus selalu kasih tau ke gue apapun itu. Mau temen, atau mau pergi kemana,” ujar Kaisar tanpa menoleh kearah Shylla.

Shylla tidak lagi mendengarkan kata-kata Kaisar. Karena telinganya terasa berdengung yang cukup panjang. Dalam dengungan itu, terselip suara gesekkan pisau yang dimainkan dengan lihai. Apakah ia mulai mengalami hal yang aneh? Shylla memutuskan untuk bangkit meninggalkan Kaisar yang saat ini menatapnya aneh. Ia berkata ingin mengambil minum, meski sebenarnya ia mencoba melarikan diri dari perasaaan tak enak.

Menjauh dari Kaisar. Tidak lupa, Kaisar adalah orang yang sangat peka.

Kedua tangannya bertumpu pada meja makan, kepalanya menunduk saat nafasnya terasa sesak. Hingga ia merasakan sebuah tangan berada di pundaknya, merematnya dengan pelan—Kaisar.

“Kenapa? Sakit?”

Ia menggeleng seraya mendorong tangan Kaisar menjauh dari pundaknya. Dadanya masih terasa sesak. Nafasnya terasa sulit ia hirup namun ia berusaha terlihat normal di hadapan Kaisar.

Maka Shylla memutuskan menatap Kaisar dengan kedua mata yang lesu dan juga wajah pucatnya. “Sar, lo bisa pulang sekarang nggak? Kayanya gue mau tidur deh sekarang.”

Sangat jarang Kaisar langsung mengangguk setuju lalu membantu Shylla menuju kamarnya. Laki-laki itu hanya menatapnya dalam diam, Shylla tidak tahu apa yang ada dipikiran Kaisar padanya sekarang dan ia tidak peduli. “Gue kunci pintu, ya? Kalo masih nggak enak langsung telfon gue atau Satria.” Shylla mengangguk pelan.

Terdengar suara mesin motor milik Kaisar. Laki-laki itu telah pergi dari rumahnya, namun rasa sesak di dadanya justru semakin sakit. Nafasnya tercekat, giginya bergemeletuk, Shylla meringkuk diatas ranjangnya menahan rasa sakit.

Semakin lama semakin terasa sakit. Hingga ia melihat siluet yang cukup ia kenali berdiri di depan pintu kamarnya. Gema.

“Sil, minta tolong tuh nggak apa-apa.” Perempuan itu berjalan menuju ranjangnya seraya menarik selimut guna menutupi tubuh Shylla. “Gue bikinin lo makanan, ya? Sebentar.” Gema keluar dari kamarnya.

Lagi,

Gema muncul secara tiba-tiba.