See You Again.


Galen menatap Arka dengan kedua mata terkejutnya. Lalu melempar ponsel pria tersebut seraya bangkit dari atas sofa, berjalan kesana kemari sembari mengacak rambutnya frustasi. “Jadi, namanya bukan Risa?” ujar Galen penuh tanda tanya seraya menatap Arka yang hanya dapat mengedikkan bahunya tidak tahu.

Anjir, gue ditipu dong?”

“Bisa jadi.”

Galen menggeram kesal lalu memilih untuk keluar dari ruanh tunggu, meninggalkan Arka yang menatapnya khawatir. Karena, seingat Arka, Galen adalah tipe orang yang mudah tersulut emosi. Apalagi jika menyangkut wanita, kata Hatzel.

Ia berjalan mengikuti langkah Galen. Kedua matanya menemukan sosok Darel yang tengah berbincang dengan seorang wanita. Terlihat asing, namun juga tidak terlalu asing di kedua matanya. Entahlah. Arka kembali mengikuti Galen yang berhenti di depan Darel dan wanita tersebut.

“Rel, lo udah nemu?”

Seolah ingat tentang janji, Darel tersenyum lebar pada Galen. “Gal, kebetulan temen gue anak kedokteran nih, Zila namanya. Coba tanya deh.” Zila menatap Darel heran lalu berganti menatap Galen dengan kedua alis yang menyatu tidak suka. Dilihat dari sini saja ketahuan jika pria ini tidak punya manner. Ia meringis melihat Galen yang menatapnya tajam. Sinis. Dingin.

“Kenapa, Rel?”

“Itu, Zil. Temen lo ada yang namanya Ris—”

“Kathrine. Lo punya temen yang namanya Kathrine?” sela Galen membuat Zila menatapnya heran dan semakin heran mendengar nama temannya tersebut disebut oleh pria asing. Membuatnya bertanya-tanya, apakah Kath mencari masalah dengan para pria ini?

“Kathrine?” Galen mengangguk cepat dengan kedua mata tajamnya menunggu jawaban dari Zila.

Hingga wanita itu memejamkan matanya dan mengusap pelipisnya, tampak seolah tengah berpikir akan sesuatu. Ia kembali menatap Galen dengan tatapan tajam—setajam pisau, melayangkan tasnya kecil ke pundak pria tersebut berulang kali. “Cowok brengsek! Lo ngapain temen gue, anjing?!” Ia terus melayangkan tasnya ke Galen walaupun pria itu menangkis tas Zila berulang kali masih dengan tatapan tajamnya.

Sementara itu, tubuh Zila ditahan oleh Darel begitu juga Arka yang melindungi Galen. “Lo! Lo ngapain anjir tidurin temen gue?! Gue gak tau kalo ternyata cowok brengsek modelan lo yang boongin temen gue! Tanggung jawab!”

“Lo kenal, Zil?”

Kedua matanya memerah, bercampur antara marah dan juga sedih. Ia menatap Darel dengan mata berairnya seraya berkata, “Bukan cuman kenal, Rel. Udah gue anggep keluarga banget.” Ia kembali mengalihkan pandangannya pada Galen yang terdiam menatap Zila.

Wanita itu mendengus ke arah Galen lalu kembali ke Darel. “Rel, sorry kayanya gue gak bisa liat lo manggung. Gue harus jauhin nih cowok dari temen gue.”

“Risa kesini?”

Zila siap melayangkan tasnya kembali jika tidak ditahan oleh Darel. Wanita itu menatapnya tajam. “Apaan lo manggil nama Kath pake Risa?! Emang lo keluarganya? Gue sama temen gue yang lain kenal bertahun-tahun aja gak bisa tuh manggil dia pake nama Risa!”

“Berarti gue spesial buat dia.” Zila mendengus kesal dan membuang wajahnya. Galen menahan tangan Zila seraya berkata, “Anter gue ketemu dia. Ada yang mau gue omongin sama dia.”

“Gak! Apaan lo ketemu-ketemu temen gue!”

Galen berdecak kesal dan berkata tegas, “Gue keluar di dalem.” Ucapan Galen sukses membuat kedua mata ketiga orang disana membulat terkejut. Zila menatap pria itu tak percaya, sedangkan kedua temannya lebih menatap Galen tidak percaya.

Sebenarnya bohong. Galen tidak keluar di dalam. Ia hanya ingin bertemu dengan Risa. Tidak ada cara apapun lagi selain berkata bohong seperti itu agar ia dapat bertemu.

Zila menelan ludahnya susah payah, menatap kedua kakinya bingung tidak tahu harus bagaimana. Ia menyilangkan kedua tangannya di dadanya seraya menatap Galen datar. “Gue bawa lo ketemu. Tapi janji, lo harus tanggung jawab kalo ada yang aneh nantinya.” Galen mengangguk yakin saat wanita itu mengeluarkan ponselnya dan berbicara dengan seseorang di sambungan telepon tersebut.

Ia beberapa kali mendengar nama Kath disebutkan. Ditambah wanita di hadapannya melirik ke arahnya sesekali. “Ayo, ikut gue. Kath udah sampe.”

Galen menatap Darel dan juga Arka bergantian. “Sebentar aja, kita masih ada satu jam lagi, kan?” Keduanya mengangguk pelan. “Telfon gue aja nanti.”

“Iya, Gal. Good luck!”

Ia mengikuti langkah kecil Zila dari belakang. Wanita itu terlihat sangat terburu-buru seolah memang ingin meninggalkan Galen, namun juga tidak mau Galen tertinggal. Ia terus mengikuti langkahnya sampai ia mendapati sosok yang telah ia cari selama ini dengan baju yang cukup membuat rahangnya mengeras namun berubah menjadi senyum kecil saat sampai di depan wnaita itu, Risa.

Ia tersenyum kecil padanya, sedangkan Risa terbelalak terkejut mendapati kehadiran Galen di hadapannya. Sontak, ia mengenggam tangan Lana dengan kuat. Ia gugup bertemu Galen.

Pria itu melirik ke arah genggaman tangan Risa pada temannya dan kembali menatap wanita tersebut. “Hai?” Jika boleh jujur, jantung Risa rasanya ingin loncat keluar dalam tubuhnya melihat sosok pria yang sangat ia hindari berdiri di hadapannya dengan senyum kecilnya. Terlihat manis namun juga seram baginya.

Lana menoleh ke arah Risa. “Lo kenal, Kath?”

“Hah?” Risa menatap semua temannya yang juga menatapnya bertanya-tanya. Apakah wanita itu sungguh mengenal pria di hadapannya atau tidak.

Zila bertepuk tangan tiga kali, mendapatkan semua perhatian temannya dan Galen. “Guys, kenalin ini cowok yang tidurin Kath. Cowok yang pengen kita jenggut!”

“Woi, anjing lo!” Kana berusaha menjenggut rambut Galen namun tertahan saat Risa berdiri di hadapan pria tersebut dan berkata pada temannya. “Jangan. K-kasih.. Kasih aku waktu ngomong sama dia dulu, ya?”

“Udah, Kana. Biarin nih orang dua ngobrol dulu deh. Pukul-pukulannya nanti aja,” Zila menatap Galen tajam. “Setelah keputusan, Kath, kita baru serang nih cowok!”

“Awas lo!”

Galen mengejek teman Risa saat wanita itu menarik tangannya keluar dari sana, entah kemana langkah kaki wanita itu membawanya—terlihat kebingungan karena wanita itu hanya ingin membawa Galen menjauh dari teman-temannya. Sampai akhirnya Galen mengenggam tangannya dan membawa tubuhnya mengikuti langkah kakinya.

Ia melangkahkan kakinya perlahan, tidak cepat maupun tidak lambat agar Risa tidak terseret olehnya. Mengenggam tangan wnaita itu dengan erat, sesekali menoleh kearahnya memastikan bahwa Risa tidak ketinggalan walaupun tangannya mengenggam tangan wanita itu.

Ia membuak pintu ruangannya, menampilkan sosok Darel dan juga Arka yang menatap kedatangan keduanya dengan heran. Apalagi saat melihat Galen mengenggam tangan wanita itu. Mereka langsung sadar bahwa wanita yang dibawa oleh Galen adalah Risa. Wanita yang ia cari selama ini.

“Pinjem ruangan sebentar, Ka, Rel.” Seolah mengerti, keduanya bangkit meninggalkan ruangan yang sebelumnya menepuk pundak pria tersebut, melirik sekilas kearah Risa dengan senyum dan keluar.

Galen menarik nafasnya dan berbalik berhadapan dengan Risa, wanita itu menatap kedua kakinya canggung. Ditambah pakaiannya saat ini sangatlah tidak baik menurutnya. “Kok pake baju ini? Emang suka?” Risa mengangkat wajahnya, menatap Galen yang tersenyum kecil padanya. “S-suka..”

Galen melepas jaketnya dan memakaikannya pada tubuh Risa dan berkata, “Tapi, gue gak suka liatnya. Gue gak suka milik gue diliat orang lain.” Galen mengelus pipi merah Risa dengan lembut.

“Jadi? Kenapa kabur?”

“Aku bilang, jangan cari aku.”

“Tapi, aku maunya cari kamu. Gimana dong?” Risa menatap Galen yang tersenyum mengejek kearahnya. Risa tahu sejak awal jika Galen adalah tipe pria keras kepala yang akan membuatnya pusing nantinya.

“Unblock gue, Risa. Gue mau hubungin lo gak bisa.”

“Maaf, tapi aku sengaja biar kamu gak perlu hubungin aku lagi.”

Galen meraih tas Risa dan mengambil ponsel wanita itu. “Buka block gue, atau gue ambil hp lo?” Ia mengangkat ponsel Risa, membuat wanita itu menatapnya bingung namun memang dasarnya Risa gampang luluh, ia membuka block Galen. Membuat pria itu tersenyum puas.

“Nanti abis manggung, balik sama gue. Ada banyak yang pengen gue omongin sama lo.” Risa menggigit pipi dalamnya gugup, kedua tangannya saling bertautan satu sama lain. Ia tidak tahu hari seperti ini akan datang pada hidupnya. “Tentang kelanjutan hubungan kita berdua.”

Demi apapun, Risa ingin lari saat ini juga.