Selalu, Nad.
Nadine memeluk ke dua lututnya, dan menaruh dagunya disana. Memandang kosong ke arah meja di ruang tengah miliknya. Sedangkan Chandra, ia juga hanya terdiam tidak tahu harus bagaimana melihat Nadine lagi-lagi seperti ini. Memintanya datang, namun tidak tahu untuk apa. Wanita itu selalu seperti ini, hanya butuh ditemani saja.
“Chan.” Chandra menoleh ke arah wanita itu, menatapnya bertanya. Akhir-akhir ini, Nadine memang sedikit berubah padanya. Dulu wanita itu tidak mau capek membalas pertanyaannya, atau sekedar berbincang padanya. Wanita itu selalu malas jika berhadapan dengannya, namun sekarang berbeda.
Setelah ia mengetahui hubungan Nadine dengan Jenar, semuanya berubah. Nadine menjadi sedikit lebih berubah padanya. Wanita itu juga sering membalas pesannya. Pergi dengannya hampir setiap hari. Kali ini tidak hanya Chandra yang berbicara, tapi Nadine juga. Dan itu adalah hal yang Chandra selalu tunggu-tunggu.
“Hmm? Kenapa, Nad?” Tak kunjung mendengar jawaban Nadine, membuat Chandra sedikit takut dengan ucapan wanita itu. Kalimat apa yang akan keluar dari mulut wanita tersebut. Ia memandang Nadine menunggu wanita itu berbicara.
“Lo sebenernya, pengen hubungan kita kaya apa, Chan?”
Chandra terdiam untuk sesaat lalu menatap Nadine serius. “Gue mau hubungan yang lebih dari sekarang, Nad. Gue gak mau punya hubungan sekedar temen cerita lo aja. Gue gak mau cuma jadi label teman tidur lo juga. Gue mau lebih dari itu, Nad. Jujur, gue udah ngerasa cukup jadi orang yang selalu ada buat lo, yang selalu lo butuhin sekarang. Tapi gue pengen lebih, Nad. Dan lo tau maksud gue apa, kan? Gue juga sering mikir, Nad, kalo gue capek sama lo. Tapi gue gak mau berenti. Gue mau terus usaha dapetin lo. Gue gak mau nyerah gitu aja. Karena seiring waktu lo pasti bakal luluh juga, kan? Ini cuman soal waktu aja, dan gue harus sabar nunggu.”
Nadine memandang Chandra sendu. “Gue serius, Nad, sama lo. Selalu serius. Kalo gue gak serius, gue seharusnya udah pergi dari lama, kan?” Nadine menggigit pipi dalamnya, gugup.
Tubuhnya bergerak maju meraih tubuh Chandra, memeluk pria itu erat. Menenggelamkan wajahnya di dada pria yang selalu mengisi pikirannya akhir-akhir ini. Menghirup aroma tubuh yang selalu Nadine ingat akhir-akhir ini, aroma yang pasti akan ia rindukan suatu saat nanti. Aroma yang akan menuntunnya pulang.
Chandra turut membalas pelukan tersebut dan semakin merengkuh tubuh Nadine erat. “Lo masih mau nunggu gue lagi gak, Chan?” Nadine mengangkat wajahnya, menatap Chandra dengan kedua mata sendunya. Chandra mengangguk sebagai jawaban, lalu berkata lembut,
“Selalu, Nad. Gue pasti selalu nunggu lo.”