Winara Bikin Pusing.


Yasmin terdiam cukup lama memandang Winara tanpa tahu harus merespons pria itu apa. Ia terlalu bingung saat ini, ditambah pria itu secara tiba-tiba mengajaknya bertemu dengan teman-temannya. Dan sialnya, Winara mengatakan bahwa ia adalah supirnya. Membuatnya menatap Winara tak percaya. Sedangkan pria itu, tersenyum kecil menatapnya. Seolah tahu jika Yasmin akan marah padanya.

Jika begini, Yasmin memilih untuk mengatakan sakit, atau memberi alasan lain. Padahal Yasmin sudah bilang ia akan pergi bersama dengan temannya—walaupun bohong. Dan disinilah ia, bersama dengan teman-teman dari Winara. Entahlah, Yasmin tidak begitu mengerti dan tidak peduli. Ia terlalu malas untuk mencari tahu. Yang jelas, Yasmin cukup sebal dengan Winara yang menahannya agar tetap duduk di samping pria itu terus.

Yasmin menarik baju Winara lalu berbisik, “Pak, ini maksudnya apa sih? Kok saya diaj—”

“Yasmin. Jangan panggil Pak. Saya udah bilang jangan panggil Pak.”

“Terus saya panggil apa dong? Saya gak enak, Pak, kalo gak manggil Bapak tuh Pak.”

Winara tersenyum jahil lalu berkata. “Panggil sayang.”

Sedeng, gila, gak jelas, udah gak waras.

Ia mengernyitkan keningnya merasa jijik dengan pria tersebut. Saat ia tengah berdebat dengan Winara, ia menoleh mendengar suara pintu terbuka. Hingga ia menemukan sosok yang sangat ia kenali, sahabatnya, Bina.

Kedua matanya terbelalak. Tidak tahu harus bicara apa pada wanita tersebut. Bahkan, saat Bina bertanya padanya soal mengapa ia ada disana. Yasmin berbohong. Karena jujur, Yasmin merasa malu dengan Bina kalau wanita itu sampai tahu ia terlihat love and hate bersama dengan Winara.

Walaupun Bina akan biasa saja, tetap saja Yasmin malu karena sejak awal ia selalu mengatai pria tersebut—terkadang memujinya tampan sih. Tapi tetap saja, ia malu dengan sahabatnya itu yang tengah tersenyum lebar pada pria di samping, Jordan atau Mas Odan. Yasmin benci pria itu. Jelas, karena pria itu mencuri sahabatnya. Tapi tidak apa-apa, selagi Bina senang maka Yasmin ikut senang.

Yasmin meremat kedua tangannya diam-diam saat Bina maupun orang di sekitarnya tak melihat ke arahnya, namun saat itu ia merasakan sebuah genggaman di tangannya—Winara mengenggam tangannya dalam diam. Walaupun tidak sedang bicara dengan Yasmin, pria itu tetap membuatnya merasa tenang.

Percayalah, Winara melakukan hal tersebut saat hanya dirinya dan Winara berdua saja. Selebihnya, pria itu akan kembali seperti pria menyebalkan yang rasanya ingin Yasmin pukul saja kepalanya. Tapi, ia tidak tega.

Ia menghela nafasnya saat menatap Bina dan juga Jordan saling berbisik satu sama lain, ia tersenyum kecil saat melihat sahabatnya tersebut tersenyum malu-malu saat mendengar ucapan Jordan yang entah apa itu karena Yasmin tidak peduli, selagi pria itu membuat Bina senang, maka ia akan senang.

“Jangan diliatin, kamu mau juga?” Yasmin melirik Winara kesal, bukan karena kesal sebenarnya—ia malu, namun berusaha keras menepis perasaan tersebut.

Sedangkan Winara menyeringai dalam diam dan mengesap minumannya hingga tak tersisa, tangannya diam-diam bergerak menuju bawah meja dan mengenggam tangan Yasmin. Membuatnya langsung menahan nafas terkejut, dan juga.. Perutnya terasa menghangat. Ia malu sekali sekaligus senang. Senang? Yasmin harus mulai menyemburkan dirinya ke dalam air agar pikirannya kembali jernih jika seperti ini terus.

Yasmina rasanya ingin berteriak, lalu bercerita pada Bina betapa malunya dan senangnya ia saat ini. Karena Yasmin benar-benar ingin berteriak sekarang juga. Ditambah pria itu mengusap tangannya dengan ibu jarinya seolah menenangkan dirinya. Sial. Yasmin jatuh ke perangkap pria itu, seharusnya Yasmin tidak boleh menyerah begitu saja. Hatinya tidak boleh lemah. Ia harus kuat.