saacho66

Perpustakaan.

Chandra menatap Nadine tak yakin. Setelah kelas, Chandra seperti biasa mengikuti kemana pun Nadine pergi, walaupun wanita itu tidak pernah menganggapnya ada. Saat ini mereka tengah berada di Perpustakaan. Chandra menemani Nadine mengerjakan tugas, sedangkan Chandra sendiri hanya memandangi Nadine. Ralat, pria itu terus menganggu Nadine. Berusaha mendapatkan perhatian wanita itu. “Nad.” Panggil Chandra pelan dibalas gumam pelan oleh Nadine.

“Sendirian aja engga apa-apa kan?” Nadine mengangkat kepalanya memandang Chandra. Akhirnya, pria itu pergi juga pikirnya. “Kalo mau balik, ya balik aja.” Balas Nadine kembali membaca buku.

“Gue mau ke tempat Jenar. Nanti malem balapan lagi.” Nadine kembali mengangkat kepalanya. “Mau balapan lagi?” Chandra tersenyum karena akhirnya ia mendapat respon dari Nadine. “Iya. Doain ya biar engga kenapa-kenapa lagi.”

“Maksud gue, Jenar mau balapan lagi abis dikeroyokin?” Tanya Nadine berharap Chandra menjawab pertanyaannya.

“Bukan Jenar, Nad. Tapi sih Juan sekarang yang balapan.” Nadine hanya menganggukan kepalanya mengerti. “Baru deh abis balapan langsung samperin sih Saka.”

“Tapi lo harus tau sih, Nad. Sih Saka tuh kurang ajar banget berani keroyokin Jenar pas gue, Juan sama Raka lagi gak disitu. Begonya juga yang lain gak bantuin Jenar.” Sungut Chandra pada Nadine. Diam-diam Nadine mendengarkan semua perkataan Chandra. Untuk menjadikannya bahan gosip dengan Brisa dan Dara tentunya.

“Untung Jenar kuat ya. Tuh anak dikeroyokin kaya gitu juga masih bisa jalan sana sini sendiri. Gue sama yang lain nyariin dia tuh. Mau ngobatin lukanya tapi orangnya ngilang gak tau kemana. Sampe gue samperin Apartnya juga gak ada.”

Chandra berdecak sebal, “tapi gue juga penasaran sih, Nad. Jenar tuh suka ngilang kemana ya akhir-akhir ini? Kemaren aja gitu kan ngilang terus tiba-tiba bales grup cuman bilang udah diobatin sama ngantuk.”

Chandra menatap Nadine antusias, “kata lo sih Jenar kemana ya akhir-akhir ini?”

Nadine membalas menatap Chandra tak minat. “Gatau. Tanya aja orangnya langsung.” Chandra kembali berdecak sebal.

“Nad lo mah gak seru.” Sungut Chandra lalu mengacak rambut Nadine gemas. “Gue balik ya. Mau ke tempat Jenar dulu. Baik-baik ya disini kesayangannya Chandra alias calon pacar.” Pamit Chandra lalu bangkit dari kursinya dan melambaikan tangan pada Nadine.

Nadine menatap Chandra tajam dengan sumpah serapah dalam hati. Chandra memang anak setan. Nadine tidak suka rambutnya disentuh. Terutama oleh Chandra. Ia sangat anti Chandra. “Calon pacar apaan anjir.”

Nadine kembali memusatkan perhatiannya kepada buku dihadapannya saat ini. Berusaha untuk mendapatkan jawaban untuk tugasnya. Hingga seseorang duduk dihadapannya. Terpaksa Nadine mengangkat kepalanya dan menatap orang tersebut. “Gue laper.”

—Hari ini

Nadine menggerakkan kedua kakinya gelisah seraya memandang jam tangannya sesekali. Kelas akan dimulai 10 menit lagi. Tapi ia masih menunggu ojek online yang sejak tadi tidak menunjukkan pergerakan apapun. Membuatnya berdecak kesal beberapa kali.

Meminta Brisa untuk menjemputnya sekarang juga tidak mungkin. Dara apalagi. Pasti dua temannya itu sudah sampai di kelas terlebih dahulu. Jelas karena mata kuliah hari ini sangatlah penting. Dan Nadine masih menunggu ojek online yang ia pesan.

Benar-benar hari yang buruk.

[cancelled]

“Gak peduli. Gue lari aja deh.” Gumam Nadine masih menggerakkan kakinya. Ia kembali berpikir, apa ia lari saja ya ke kampus? Hanya memakan waktu 20-30 menit kalau lari. Karena Nadine payah dalam berlari.

TIN TIN TIN!

Nadine menolehkan kepalanya ke sumber suara tersebut. Terlihat sebuah sepeda motor berhenti dihadapannya. Seseorang yang Nadine sudah tahu siapa. “Kenapa gak minta jemput gue aja nad?” Ujar pria tersebut sembari membuka helmnya dan tersenyum lebar.

Nadine terdiam.

“Ayuk, naik. Bentar lagi kelas mulai ini.”

Nadine sudah tidak peduli. Ia hanya ingin masuk kelas hari ini. Lagi pula ojek online nya sudah ia cancel tadi. Lantas, Nadine pun naik keatas motor dan memutuskan untuk berangkat bersama dengan Chandra.

———————

Nadine menghela nafasnya legas saat melihat kelasnya ternyata belum mulai. Terlihat Brisa dan Dara melambaikan tangan kearahnya. Nadine pun menghampiri mereka.

“Sial banget gue hari ini.” Sungut Nadine lalu menenguk air minum milik Dara.

“Lagi tumben banget lo telat gini, Nad.” Ujar Brisa yang sudah hafal tabiat Nadine yang tidak pernah mau telat masuk kelas. Nadine tuh ambis.

“Engga tau deh. Gara-gara ojek online pokoknya. Engga gerak-gerak daritadi. Gue nungguin sampe lumutan.”

Dara dan Brisa menatap Nadine prihatin. Jarang melihat Nadine seperti ini. Nadine selalu tepat waktu dan rapih. Tapi sekarang? Jauh dari kalimat itu.

“Untung tadi sih Brisa inisiatif ngechat Chandra minta jemput lo. Coba kalo ga, sekarang masih nunggu ojek deh lo.” Ujar Dara.

Nadine langsung memandang kearah Brisa meminta penjelasan. “Maafin, Risa. Abis lo tumben telat kaya gini jadi gue minta tolong ke Chandra tadi buat cek ke Apart lo. Siapa tau lo emang belom berangkat, eh taunya benerkan.” Jelas Brisa takut. Brisa tahu Nadine anti Chandra sekali. Alias Nadine tidak mau kasih harapan ke Chandra.

“Ya ampun, Ris. Sumpah kenapa harus Chandra sih?!”

“Abis dia doang kan yang rela lari buat lo, Nad.” Bela Brisa.

Jika tidak telat, Nadine sudah pasti lebih memilih jalan kaki dari pada naik motor dengan Chandra. Nadine cuma tidak ingin Chandra semakin berharap dengannya. Dan juga ia tidak suka Chandra. Sangat tidak suka.

Sedangkan Chandra, pria itu memandang diam-diam kearah tiga wanita yang tengah berbincang tersebut. Memandang satu orang wanita yang selalu mengisi hatinya, Nadine.

“Liatin aja terus, Chan.” Ejek Juan diikuti suara tertawa milik Raka. Dua orang tersebut memang sering menggodanya jika sudah menyangkut tentang Nadine. “Meleleh dah itu sih Nadine lo liatin terus, Chan.” Lanjut Raka lalu tertawa bersama Juan.

Lain dengan Jenar yang hanya diam memandang ketiga temannya tersebut, lalu mengalihkan pandangannya ke seseorang yang menjadi topik pembicaraan teman-temannya. “Jen, nanti cek motor gue dulu ya.” Jenar mengalihkan pandangannya kembali ke Juan, Raka dan Chandra. “Iya nanti gue cek motor lo abis kelas.”

—Apart Jeno

Chandra mengeluarkan beberapa kaleng soda yang ia bawa keatas meja. Sedangkan Juan dan Raka duduk diantara Jenar. Raka meringis pelan melihat wajah Jenar saat ini. Terlalu banyak luka diwajahnya. “Diobatin sama siapa ini, Jen?” Tanya Raka sembari berusaha menyentuh luka dipipi Jenar dan mendapatkan hadiah pukulan kecil dari Jenar.

“Sakit, Rak.” sungut Jenar.

“Ampun, maaf Jen gak sengaja ini.” Ujar Raka seraya tertawa kecil. Padahal memang ia sengaja menyentuh luka Jenar.

“Terus semalem lo kemana dulu, Jen? Gue kemaren ke Apart gak ada lo soalnya.” Tanya Chandra sembari duduk.

“Muter-muter.” Jawab Jenar, santai.

“Anjir, dicariin malah muter-muter anaknya.” Dengus Juan.

“Luka lo diobatin siapa tuh? Cewek ya?” Goda Raka membuat Juan dan Chandra menatap Jenar penasaran.

Karena, sejak dulu Jenar tidak pernah dekat dengan seorang wanita. Atau mereka yang tidak pernah melihat Jenar dekat dengan wanita ya?

“Demi apa lo punya gebetan Jen sekarang?”

“Lo bisa suka sama orang Jen?”

Ujar Juan dan Chandra bersamaan. Mereka terlalu terkejut mendengar Jenar dekat dengan seorang wanita. Sangat terkejut.

Raka yang memancing pun turut ikut penasaran, karena awalnya ia hanya berniat menggoda Jenar saja. Tidak mengira Jenar benar dekat dengan wanita.

“Gak ada cewek. Gue obatin luka sendiri semalem.” Jawab Jenar. Masih dengan khas santainya. “Makanya semalem gue bilang gak usah ke Apart, gue abis obatin luka jadinya ngantuk.” Lanjutnya.

“Sih Saka perlu dikasih pelajaran gak nih?”

“Perlu lah! Ya kali tuh orang lolos gitu aja.” Juan membuka kaleng soda dan meminumnya menahan marah. “Besok gue yang turun ya, Jen. Motor gue taruhannya.”

“Kenapa ga Chandra aja?” Tanya Jenar langsung ditatapan tajam Chandra.

“Gue udah pensiun dari lama, Jen. Soalnya Nadine suka cowok baik-baik.”

“Anjing.” Sungut Juan dan Raka bersamaan. “Lo aja deh Ka yang turun besok.”

“Pake beat.” Tawa Juan pecah. Raka memukul pria itu kesal. “Anjing ya, Juan.”

—Kelas

Nadine membereskan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Brisa, atau yang lebih sering Nadine panggil Risa pun ikut membereskan bukunya. “Nad, nanti balik ke tempat kopi dulu kali ya? Gue bosen di kosan.”

“Gue mau tidur, Ris. Sorry ya. Next time aja. Mumpung kelar kelas cepet nih.”

Brisa hanya menganggukan kepalanya lalu menoleh ke arah Dara. “Lo gak kemana-mana kan, Dar? Ayo ngopi!”

Dara mendengus sebal. “Gak bisa! Gue mau pacaran sama Kak Dika. Tuh orang diajak keluarkan susah banget.” Sungut Dara.

“Ya ampun. Kenapa pada susah banget diajak keluar ya.” Brisa menenggelamkan kepalanya di kedua lengannya.

“Yaudah, besok mau gak?” Ujar Brisa tiba-tiba dengan semangat.

Nadine berdecak sebal. “Lo lupa ya? Besok tugas kita tuh banyak banget yang harus dikerjain, Ris.”

Brisa mengacak rambutnya kesal. “Bilang aja kalo gak mau jalan sama gue! Dasar ya lo berdua emang ngeselin banget.” Sungutnya dibalas suara tawa Nadine dan Dara.

“Nad, ada Chandra tuh. Jalan kesini.” Nadine menolehkan kepalanya kearah Dara tunjuk. Terlihat Chandra yang tersenyum lebar kearahnya sembari melambaikan tangannya.

Nadine tidak suka keadaan ini. Lebih tepatnya, Nadine tidak suka dengan Chandra.

“Nad!”

Dara menutup mulutnya berusaha menahan tawanya melihat raut wajah Nadine yang kesal. Ia paham sekali Nadine tidak suka dengan Chandra. Garis bawahi, sangat tidak suka.

“Nad, udah makan belum? Makan bareng yuk!” Ajak Chandra.

“Sorry, Chan. Tapi gue mau langsung balik ke Apart.”

“Kalo gitu gue anterin balik ya.”

“Gausah gue balik sendiri aja, Chan.” Tolak Nadine.

Sedangkan kedua temannya masih berusaha menahan tawa mereka. Brisa dan Dara tahu sekali Nadine tengah berusaha menolak ajakan Chandra. Nadine tidak suka Chandra pokoknya.

“Udah sih, Nad. Balik sama Chandra aja lebih aman dari pada naik ojek kan bahaya.” Ujar Dara mendapatkan tatapan tajam Nadine. Temannya satu ini memang menyebalkan.

“Iya, Nad. Mending sama Chandra aja sih. Lebih aman.” Tambah Brisa membuat Nadine semakin kesal.

Karena tidak tahan berlama-lama disini, diantara kedua temannya—takut mereka semakin aneh maksudnya. Nadine mengalah. “Yaudah, ayok Chan.”

Chandra? Senang. Senyumnya semakin lebar. Jarang Nadine mau seperti ini.

“Kalo gitu duluan ya, Ris. Duluan juga Dar.” Pamit Chandra diikuti oleh Nadine. Tak lupa dengan Nadine menatap tajam kedua temannya. Brisa dan Dara memang anak setan.